Selasa, 16 Maret 2010

FoRg1ven3ss

Creat3d by Abhie

Selingkuh itu indah, selingkuh itu asyik. Bagaimana mereka bisa mengatakan hal seperti itu? Mungkinkah karena mereka belum pernah diselingkuhi oleh orang yang mereka cintai? Mereka tidak tahu..mereka tidak mengerti..mereka tidak pernah merasakan sakitnya perasaan tertipu. Bagaimana perasaanmu ketika kau mencoba mengelak dari fakta? Mencoba menutup mata atas kenyataan yang ada dihadapanmu? Kau terus berpura-pura bahwa segalanya hanyalah ilusi,bahwa segalanya hanyalah imajinasi yang timbul karena ketakutan akan kehilangan seseorang yang kau anggap berharga. Dan ketika kau tak mampu lagi mengelak dari kenyataan..yang bisa kau lakukan hanyalah berputar-putar pada pertanyaan-pertanyaan yang sama..apa yang salah pada diriku? Apa kekuranganku hingga kau tega mencampakkanku? Dan Ketika kau tak menemukan satu jawaban diantara seribu pertanyaan yang kau ajukan.. Hanya airmata yang akan menemani keseharianmu, hanya kepedihan yang menjadi sahabatmu dan hanya mimpi buruk yang berkunjung ditiap malammu.
Aku adalah Lee Sungmin..aku adalah saksi dari kepahitan itu. Omma adalah korban dari perselingkuhan yang dilakukan oleh Appa ku sendiri. Appa pergi dan meninggalkan aku dan ibuku hanya untuk wanita lain. Hanya untuk mengejar fantasinya bersama cinta pertamanya. Aku membenci fakta bahwa aku begitu mirip dengan Appaku. Aku begitu membenci wajahku..karena wajah ini hanya akan mengingatkan Omma pada pria itu. Hingga detik ini pun Omma tak berani memandang mataku, ia selalu menitikkan airmatanya dan aku menyadari perasaan bersalah yang menghinggapi dirinya. Aku selalu ingin mengatakan bahwa bukan salah Omma jika aku tumbuh tanpa seorang Appa. Tentu saja ini semua bukanlah salahnya..Omma tidak pernah berbuat salah apapun padaku...
“ Lee Sungmin!”
Aku mengalihkan perhatianku dari buku yang tengah kubaca dan menengok kepada seorang gadis yang diam dan menungguku untuk berbicara. Sejenak Aku menatapnya dan terpesona pada penampilannya yang manis dalam balutan dress pink.
“Apakah kau Lee Sungmin?” tanyanya sekali lagi.
“Ehm..Ya., Aku adalah Lee Sungmin.. tapi apakah aku mengenalmu?” ucapku.
Gadis itu menjulurkan tangannya padaku, aku pun menyambut tangannya.
“Aku adalah Cho Ara, aku siswi kelas 3 sma Hwashin.”
Aku mengernyitkan dahiku, masih tidak mengerti apa yang akan gadis manis ini lakukan.
“Aku adalah sahabat Lee Sunmi...”
Seketika urat nadiku mengeras ketika gadis itu menyebutkan nama seseorang yang ingin aku enyahkan dari kepalaku.
“Aku kemari untuk..”
“Prak!!!” tanpa banyak bicara aku langsung menutup bukuku dengan kasar dan memasukkannya ke dalam tas, gadis itu terkejut dan terdiam untuk beberapa saat sebelum ia membuka mulutnya dan mulai menyulut emosiku.
“Sungmin-ssie.. aku ingin bicara tentang Lee Sunmi.”
“Aku tidak ingin membicarakannya!” ucapku, aku pun langsung bangkit dari dudukku, memasang earphone ditelingaku kemudian aku pun berjalan meninggalkannya.
“Lee Sunmi!! Dia adalah adikmu! Bagaimanapun dia adalah adikmu! Dia sekarat!! Dia ingin menemuimu!!” teriaknya.
Meskipun aku mendengarnya, aku hanya diam seolah-olah aku tak mendengar apapun dan aku terus berjalan tanpa memperdulikannya.
***
“Omma..aku pulang!” teriakku ketika aku membuka pintu rumah mungil yang dindingnya dicat warna kuning gading.
“Aigoo.. kau sudah pulang? Omma baru saja memanaskan makanan untukmu..kau makanlah dengan baik, omma mau pergi ketempat Bibi Chaeyoung.”
“Omma.. kau mengambil pekerjaan apa lagi kali ini?”
“ Eh? Apa maksudmu? Omma..omma hanya membantu saja kok.”
Aku pun menghela nafasku dan memeluk tubuh Ommaku yang semakin mengurus, aku mencoba agar air mataku tidak terjatuh. Omma tidak boleh melihatku menangis, ya.. jangan sampai ia melihatku menangis.
“ Apujimalgo..Omma..”
“Haish!! Omma mu ini mana mungkin sakit !!” ucap Omma ku sambil menepuk punggungku.
Aku melepaskan pelukanku, “Arraseo! Kau adalah Super Omma!” ucapku sambil tersenyum meledeknya. Omma ku tertawa mendengarku, kemudian ia pun menjadi panik ketika melihat jam dinding yang terpasang di tembok rumah kami.
“Aigoo! Omma telat! Omma berangkat dulu ya!” ucapnya sambil berlalu meninggalkanku.
“Hati-hati Omma!” teriakku.
Aku pun langsung menuju ruang makan dan menyantap masakan ommaku yang lezat, setelah selesai aku pun langsung masuk kedalam kamarku. Baru beberapa menit aku merebahkan tubuhku. Bel rumahku berbunyi.
Ah.. omma pasti ketinggalan sesuatu lagi!
Aku pun buru-buru membuka pintu rumah.“ Omma..” ucapanku terhenti ketika aku melihat sesosok gadis yang tadi pagi mencariku.
“sungmin-ssie...”
“Kau ini stalker ya?” ucapku dengan nada angkuh dan dingin.
Gadis itu memandangku tanpa mengucapkan sepatah katapun, ia pun mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya dan menyodorkannya padaku.
Aku melirik pada kotak itu dan kemudian aku menatap gadis itu lagi, “Apa ini?”
Gadis itu meraih tanganku dan meletakkan kotak itu di tanganku. Dengan ragu-ragu Aku pun membukanya, ada sebuah amplop berwarna biru yang berisi beberapa foto didalamnya. Aku melihat foto-foto itu, tanganku bergetar ketika aku melihat diriku yang tersenyum bahagia saat seorang pria menggendongku di pundaknya..pria itu adalah pria yang menyakiti Ommaku. Aku segera meletakkan foto itu ke dalam kotak dan ku tutup rapat kotak itu dan aku langsung mengembalikan kotak itu pada Cho Ara.
“ Sebaiknya kau tidak bertindak lebih jauh! Atau kau akan menyesal telah mengusik hidupku!” ucapku sambil membanting pintu tepat dihadapannya.
Aku duduk di sofaku dan mencoba untuk menenangkan pikiranku yang kacau, namun emosiku tidak kunjung padam karena gadis menjengkelkan itu terus mengetuk pintu rumahku. Apakah gadis itu tuli? Aku sudah memperingatkannya untuk tidak menggangguku, aku sudah cukup bersabar dengan semua hal gila ini. Gadis itu masih terus mengetuk pintu, ku ambil sepasang sepatuku dan melemparkannya ke pintu.
“BRUKK!!!” suara sepatu yang ku lempar pun berhasil membuatnya terdiam. Di balik pintu itu, aku mendengar tangisannya yang pecah.
“Sungmin-ssie!! Tak bisa kah kau menemuinya? Hanya sekali saja..ku mohon..ku mohon Sungmin-ssie..Hanya sekali saja...kumohon”
“Aku tak peduli!! Dan kau! Jangan pernah kau menggangguku lagi!”teriakku, aku pun segera meninggalkan ruangan itu, aku tidak peduli dengan gadis yang kini tengah menangis didepan pintu rumahku. Aku tak peduli, aku takkan sudi menemui anak itu, aku tidak mau dan tidak akan pernah berhubungan dengannya ataupun keluarganya.

Jam menunjukkan pukul tujuh malam, Aku masih berada di kamarku, masih mencoba untuk menghapus ingatanku tentang foto itu.
“Minnie-ah! Omma pulang.. mian Omma pulang terlambat..Omma menemukan sesuatu di depan rumah, sepertinya kau punya penggemar ya?”
Aku pun langsung keluar dari kamarku dan menyambutnya.
“Tentu saja aku punya banyak penggemar! Aku ini kan pujaan para wanita, Omma saja yang baru tahu!” ucapku sambil membanggakan diri.
“Arasseo!! Kau ini anak Omma yang tampan, pintar, pengertian dan juga baik hati.. tentu saja kau punya banyak penggemar.. Aigoo.. kau ini memang Putraku yang paling manis!”
“Ah..Omma! kalau kau yang memujiku seperti itu aku justru menjadi malu!”
“Nih..dari penggemarmu!” ucap Ommaku sambil menyodorkan sebuah kotak yang membuat emosiku kembali bergejolak. Aku pun segera mengambil kotak itu, dan memasang sesungging senyum palsu.
“ Aku masuk kedalam kamar dulu Omma.”ucapku, kemudian aku pun kembali ke kamar dan aku letakkan kotak itu di atas meja belajarku. Ada selembar kertas yang dilipat dan ditempel di atas tutupnya. Aku pun membuka kertas itu.

Lee Sungmin, maaf kalau aku mengusik hidupmu.. aku adalah sahabat baik Lee Sunmi, Mungkin kau membenci Appa dan Omma nya..tapi apakah kau juga akan membencinya? Apakah Sunmi bersalah karena terlahir sebagai adikmu? Aku ingin kau tahu bahwa selama ini Sunmi merasa bersalah padamu juga pada Ommamu..ia ingin sekali meminta maaf atas perbuatan yang bahkan bukanlah kesalahannya..untuk itu, tak bisakah kau memaafkan sahabatku? Tak bisakah kau memaafkan adikmu? Saat ini Sunmi sedang dirawat di Seoul Medical Center, waktunya tak banyak lagi, Sungmin-ssie...aku mohon padamu.. biarkan sahabatku pergi dengan tenang..

Aku memandangi kertas itu, hatiku cukup terusik dengan kalimat-kalimat yang tertulis diatasnya Aku memang tak bisa menyalahkan Sunmi, tapi aku tak sanggup menemuinya, aku tak sanggup menemui anak dari wanita yang telah merebut Appaku.
***
Aku menatap awan hitam dari jendela kelasku, cuaca mendung seperti ini membuatku mengantuk hingga aku kehilangan konsentrasi untuk mendengar penjelasan dosenku yang panjang lebar. Hujan pun akhirnya mengguyur kota Seoul, aku menghela nafas panjang berharap jam kuliah telah usai, aku ingin segera merebahkan diriku di kasur kesayanganku.
“Sungmin! Kau bawa payung tidak?” tanya Donghae, sahabatku.
“Ehm? Yah aku bawa..Kuliah sudah selesai ya?” tanyaku ketika kelas mulai berisik.
“Seorang Lee Sungmin yang wajahnya seperti kutu buku ini tidak memperhatikan dosen? Wah... ini baru berita seru!!hehehe..”
Aku memukul kepala sahabatku yang masih cengengesan.
“Memangnya ada apa sampai-sampai kau si anak paling rajin tidak memperhatikan dosen? Kau sedang memikirkan seseorang ya? Wanita yang cantikkah?”
Aku tersenyum mendengar pertanyaannya, aku pun bangkit dari tempat dudukku dan berjalan meninggalkannya. Donghae pun segera mengejarku dan merangkul bahuku.
“Ya!! Lee Sungmin!! Antarkan aku sampai halte ya!”
“Iya bawel!!”jawabku singkat.
Kamipun segera meninggalkan kelas, ketika kami hendak keluar gedung aku melihat seorang gadis yang kukenal. Aku pun segera menghentikan langkahku.
“Donghae ..sepertinya aku tak membawa payung!”
“Mwo? Tadi kau bilang kau bawa payung!”
“Itu kan tadi! Tuh si Jessica bawa payung! Kau pulang bareng dia saja!” Ucapku sambil menunjuk Jessica yang sedang membuka payung pinknya.
“Argh..Shiro!! nanti dia berpikir kalau aku menyukainya! Kau kan tahu aku allergi dengan wanita yang punya penyakit putri seperti dia!” ucap Donghae, “Shindong!!! Aku ikut payungmu!!!” teriaknya sambil berlari kearah Shindong.
“Argh.. tidak muat!!!” teriak Shindong yang berlari menjauhi Donghae, aku pun tertawa melihat mereka berdua yang berebut payung di tengah hujan. Kemudian aku melihat Cho Ara memandang ke arah ku.
Dia kan siswi SMA, Memangnya dia tidak punya kerjaan lain selain menggangguku? Padahal seminggu kemarin ia sudah tidak menemuiku lagi..tapi kenapa hari ini ia datang lagi? Ehm..hari ini dia memakai jeans abu-abu ya? ternyata dia manis juga saat memakai jeans..tapi sejak kapan ia bertambah cantik seperti ini? Apa karena seminggu tidak melihatnya? Ehm..manis..sangat manis..
Aku menggelengkan kepalaku mencoba menghilangkan pikiran aneh yang mulai menyelimutiku. Cho Ara menganggukkan kepalanya padaku, aku pun menganggukkan kepalaku dan berjalan kearahnya.
“Kenapa mencariku lagi?”
“Sungmin-ssie..aku minta maaf karena sikapku waktu itu dan ini adalah usaha terakhirku..aku tidak akan mengganggumu lagi..”ucapnya sambil menyerahkan sebuah kaset padaku. Aku menerima kaset itu tanpa berkata apapun.
“Aku pergi dulu..kamsahamnida.” ucapnya, ia pun segera berjalan dan menembus rintik hujan. Aku pun segera membuka payungku dan berlari menyusulnya. Cho Ara terkejut dengan perlakuanku padanya
“aku hanya mengantarmu sampai halte!” ucapku
Cho Ara menatapku sambil tersenyum, “Gomawo..Sungmin-ssie.”
Aku melihatnya sekilas, senyumannya sangat manis tapi aku tidak berani memandangnya lebih lama, mengingat perlakuanku yang kasar padanya aku pun menjadi malu terhadap diriku sendiri, bagaimana aku bisa sekasar itu pada seorang wanita? Arrgh.. aku tidak tahu harus bersikap apa pada gadis ini. Kami pun sampai di halte depan kampus, dan tidak lama sebuah bus pun datang.
“ Gomawo Sungmin-ssie..” ucapnya sebelum naik ke bus itu.
“ Tunggu!” ucapku
Cho Ara menatapku dan ia berdiri di depan pintu bus untuk menunggu ucapanku.
“Bawalah ini..masih butuh waktu lama agar hujan ini reda, kau juga tak bawa kan?” ucapku sambil menyodorkan payungku padanya.
“ Lalu Sungmin-ssie?”
“Aku ini laki-laki! Hujan seperti ini tidak akan membunuhku!”
Cho Ara kembali tersenyum dan ia pun mengambil payungku, “ gomawo”
Aku tersenyum padanya dan pintu bus pun tertutup.
***
Brrr!!! Argh..hujan ini ternyata masih belum reda juga. Bajuku basah kuyup, untung posisiku hanya tinggal beberapa meter lagi dari rumahku. Aku pun segera mempercepat langkah kakiku. Sesampainya di rumah aku menemukan sebuah payung yang masih basah. “Omma..kau sudah pulang?”
“ Iya..” jawab Omma ku dari arah dapur, “ Omo Minnie!! Kenapa kau basah kuyup seperti itu? Cepat mandi dan ganti bajumu!” ucapnya dengan nada khawatir begitu melihatku.
“Ne..”
Aku mencopot sepatuku dan langsung menyambar handuk dan segera masuk ke kamar mandi. Setelah menyegarkan badanku aku pun langsung masuk ke dalam kamar. Aku terkejut ketika Omma memegang kotak biru yang ku sembunyikan di lemari. Selembar foto tergeletak di lantai kamarku. Omma pasti sudah melihatnya, argh!!! Seharusnya aku langsung membuang atau membakar foto itu! Bagaimana sekarang? Omma ku menangis..Ommaku menangis di depan mataku!
“Minnie..apa arti dari semua ini?” ucapnya dengan suara yang parau.
Aku tak mampu menjawab pertanyaan Ommaku, aku hanya bisa terdiam dan menatap lantai kamarku.
“ Minnie.. apa arti dari foto ini?”tanya Omma ku sekali lagi.
Akupun mengambil secarik kertas yang ditulis oleh Cho Ara dan memberikannya pada Omma ku. Omma mengambilnya dan duduk di tepi kasurku, Ia pun segera membaca surat itu. Aku berdiri mematung di pintu kamarku, menunggu Omma mengucapkan sepatah kata padaku. Setelah ia membaca kertas itu, ia pun meletakkan kertas itu di atas kasurku dan pergi meninggalkan kamarku tanpa berbicara apapun.
“Omma..aku sudah menolaknya..aku tidak akan menemuinya..” ucapku, namun Omma tidak menoleh sedikitpun padaku ia hanya berjalan lurus menuju kamarnya.
Argh!!!!!! Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku bodoh sekali!! Mengapa aku harus menunjukkan surat itu? Babo!!babo!! sepanjang malam aku terus memaki diriku sendiri, aku menyesali kebodohanku, bagaimana mungkin aku masih menyimpan kotak itu..aku pasti telah menyakiti hatinya..Omma ..kumohon bicaralah padaku.
***
Aku menatap selembar kertas yang ditempel Omma di pintu lemari es, Pagi-pagi sekali ia sudah pergi. kepalaku berdenyut dan bahuku terasa tegang, karena masalah ini semalam aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sepertinya aku harus membakar kotak itu. Ya..aku harus membakar kotak itu. Aku pun segera mengambil kotak itu dan juga kaset yang belum sempat ku dengar. Aku membawa benda-benda itu ke halaman dan bermaksud membakarnya. Aku sudah membulatkan tekadku untuk mengenyahkan benda-benda itu, namun kaset itu begitu membuatku penasaran. Baiklah aku hanya akan mendengarnya sekali..setelah itu aku pasti akan membakarnya..pasti. aku pun memasang kaset itu di walkmanku. Di rekaman itu terdapat suara seorang gadis yang tidak kukenal.

Sungmin-ssie... Gomawo karena telah bersedia mendengar rekaman ini..bisakah aku memanggilmu Oppa? Meskipun kau tidak menyukainya..aku akan tetap memanggilmu Oppa. Mungkin ini adalah terakhir kalinya aku bersuara..mungkin ini adalah kesempatan terakhirku memanggilmu Oppa. Meskipun Ommaku membawa pergi Appa bersamanya, bahkan hingga ke alam sana....aku sungguh-sungguh memohon maaf atas apa yang telah dilakukan oleh Ommaku..Oppa..aku ingin sekali bersama Ommaku di Surga.. bisakah kau memaafkan kami? Tolong maafkan kami..maafkan kami..

Rekaman itu pun terhenti. Airmataku menetes dari kedua pelupuk mataku..perasaan apa yang kini menghinggapiku? Kenapa aku menangis untuknya? Kenapa aku menangis untuk Sunmi? Kenapa aku menangis untuk anak dari wanita itu?
Suara tangisan Sunmi begitu menyentuh hatiku. Apakah anak ini harus merasa bersalah? Apakah anak ini harus terbebani karena perbuatan Ommanya? Tidak!! Cho Ara benar..Sunmi tidak bersalah..aku tidak bisa menyalahkannya, tapi apa yang harus aku lakukan? Aku tak bisa menemuinya..aku tidak mau menyakiti Ommaku.
Aku memaafkanmu Sunmi..juga..Ommamu...dan Appa... Appa kita. Tapi aku tak bisa menemuimu..mian.
Setelah mendengarkan rekaman itu, niatku untuk membakar kaset itu menjadi surut, aku pun menghela nafas dan segera membawa kotak dan kaset itu ke kamarku.
Jam dinding ku menunjukkan jam tujuh malam, dan Omma masih belum pulang. Beberapa menit kemudian aku mendengar suara pintu terbuka.
“Omma!! Kau darimana saja? Kau membuatku sangat khawatir!”
Omma tersenyum padaku, “ kau sudah makan?”
“Omma..”
“Kau tidak usah Khawatir..Omma baik-baik saja. Omma siapkan makan malam ya..” ucapnya sambil menuju kearah dapur.

Omma memandangku yang sedang mengunyah makanan. Aku ingin memulai percakapan dengannya, tapi Omma hanya terdiam. Jika aku mengungkit masalah itu, mungkin Omma akan kembali bersedih. Akhirnya aku pun hanya bisa mengunyah makanan tanpa berbicara apapun.
“Minnie..setelah selesai makan, Omma ingin berbicara denganmu.” Ucap Omma sambil bangkit dari kursinya, ia pun berjalan menuju halaman rumah. Aku pun segera meneguk segelas air dan mengikutinya.
“Minnie..tidakkah kau merasa lelah? Bertahun-tahun Omma memendam kebencian.. sesungguhnya Omma sangat lelah..”
“Omma..apa maksudmu?”
“Hari ini Omma mengunjungi Sunmi..Omma ingin mengetahui rupa dari anak wanita itu.. Omma..omma ingin tahu karma apa yang didapatnya...”
Aku terdiam mendengar ucapan Ommaku. Suara Omma mulai tidak jelas, aku menatap Ommaku yang mulai menangis.
“Tapi..Minnie..Dia..dia sangat mirip denganmu..aku berfikir dan terus bertanya..mengapa wajahnya harus semirip itu dengan anakku? mengapa orang yang harusnya ku benci justru mengingatkanku pada anakku?”
“Aku pergi mengunjunginya sebagai sorang wanita yang telah dicampakkan..tetapi begitu melihatnya hanya terbaring lemah..tiba-tiba aku merasa iba padanya..dia masih 18 tahun..Minnie..dia tidak punya siapapun kecuali sahabatnya..aku menangis melihatnya..gadis itu adalah anak dari pria yang kucintai..gadis itu adalah adik dari anakku..”
Omma kemudian menggenggam tanganku.
“Minnie..aku telah melepaskan dendam yang membuatku lelah..aku juga ingin kau juga melakukan hal yang sama..karena bagaimanapun ia adalah adikmu..ia adalah adik kandungmu.”
Aku menangis mendengar perkataan Ommaku, Ommaku memang seorang Super Omma..Aku pun memeluknya, aku memeluk wanita yang sangat kubanggakan dan kukagumi, aku memeluk wanita yang tidak hanya memberiku kehidupan tetapi juga memberiku arti sesungguhnya dari kata Memaafkan.
***
Aku memandang gundukan tanah basah di depanku. Disana terbaring Lee Sunmi, adik perempuanku. Masih terekam jelas diingatanku ketika pertama kali aku menemuinya, saat itu ia terbaring lemah dan tidak sadarkan diri, hanya beberapa selang yang terus membuatnya bertahan hidup. Aku terus mengunjunginya dan mengajaknya berbicara, aku selalu berdoa agar ia bangun dari komanya. Tuhan pun mendengar doaku, Ia terbangun dari tidur panjangnya, ia tersenyum sambil menitikkan air mata ketika melihat aku berada di sisinya sambil menggengam tangannya.
“Oppa..” itu adalah kata pertama yang diucapkannya setelah sekian lama tak sadarkan diri. Aku dan Ara selalu mengajaknya bercanda, Ommaku juga sering mengunjunginya dan memasakkan bubur untuknya, meskipun Sunmi selalu mengeluh ketika suster membawakan bubur untuknya, namun ia selalu semangat jika Ommaku yang memasaknya. Ada rasa cinta didalamnya, sahutnya sambil berseri-seri. Sunmi mulai memanggil Ommaku dengan sebutan Omma, dan Ommaku pun sudah terbiasa mendengar panggilannya, terkadang Omma juga menyisir rambut Sunmi. Saat itu aku tidak tahu mengapa Omma sering menangis di luar kamar pasien saat Sunmi tengah terlelap, sampai akhirnya aku melihat helaian rambut Sunmi yang berada di genggaman tangan Omma. Aku, Omma dan Ara seringkali merasa takut ketika Sunmi hanya terdiam dan memejamkan matanya, bagaimana jika ia tiba-tiba pergi? Dan ketakutan itu terus menghantui kami hingga akhirnya tiba saatnya dimana ia benar-benar pergi untuk selama-lamanya.
“Oppa...”
Aku menengok ke arah gadis yang kini menggenggam tanganku. Gadis ini adalah hadiah terbaik yang diberikan Sunmi untukku. Dia adalah Cho Ara, gadis cantik yang telah memenangkan hatiku.
“Oppa..Sunmi pasti sudah tenang..dia tidak akan sakit lagi..dia bisa bertemu dengan Ommanya..juga dengan Appamu..dia pasti sedang tersenyum sekarang.. ” Ucapnya yang berusaha tersenyum meskipun airmata kembali mengalir dipipinya.
Aku mengusap airmatanya dan memeluk erat tubuhnya.
“Ya.. Dia pasti sedang memamerkan senyum manisnya disana.”
Aku pun memandang kuburan itu sekali lagi. Aku bersyukur karena kau telah dilahirkan Sunmi..aku bersyukur karena kau membuatku merasakan kebahagiaan menjadi seorang Kakak. Aku bersyukur karena kau telah membuat Aku dan Ommaku terbebas dari rasa dendam dan juga kebencian yang sangat melelahkan. Istirahatlah dengan tenang Sunmi, Istirahatlah dengan tenang Adikku sayang.

ThE End

0 komentar:

Site Meter